Halaman

Sabtu, 04 April 2009

Seorang Kakek yg Bijak

”Sesungguhnya masalah-masalah dalam hidup ini akan membuat kita semakin kuat jika kita menyadarinya. Jangan seperti pecundang yang hanya ingin senang tapi takut susah. Jadilah orang yang berani susah untuk hidup senang”.

Langkahnya gontai, wajahnya kelihatan kusam sementara keadaan tubunya tidak karuan, tidak mempunyai semangat hidup seakan-akan kiamat akan terjadi esok hari. Anak muda itu seperti dirundung banyak masalah. Ia berjalan menyusuri jalan untuk menemui seorang tua yang bijak guna meminta nasehat.

Begitu bertemu dengan orang tua yang bijak itu, ia langsung menceritakan masalah yang dihadapinya. Orangtua bijak hanya mendengarkan secara seksama. Begitu tamunya selesai bertutur, ia kemudian mengambil segenggam garam dan kemudian meminta anak muda tersebut mengambil segelas air. Kemudian ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya secara perlahan. Kemudian kepada sang pemuda tersebut ia berkata,

”Cobalah kau minum ini dan katakan bagaimana rasanya?”



Anak muda tersebut meminum air dalam gelas tersebut dan kemudian meludahkannya kesamping sambil mengatakan apa yang ia rasakan adalah pahit dan asin. Orangtua itu kemudian tersenyum lalu kemudian mengajak tamunya berjalan kehutan disekitar rumahnya, keduanya berjalan berdampingan.

Setelah melakukan perjalanan yang cukup lama akhirnya mereka tiba ditepi sebuah telaga yang tenang. Orang tua tersebut kemudian mengambil segenggam garam dan kemudian menaburkannya kedalam sebuah telaga tersebut. Dan dengan sebatang ranting kayu, ia mengaduk air telaga sehingga sebagian airnya terciprat kewajah anak muda tersebut. Kemudian orang tua tersebut berkata lagi,

”Sekarang cobalah ambil segelas air dari telaga itu dan minumlah”.

Anak muda tersebut mengikuti apa yang diminta oleh orangtua tersebut dan ia segera meminum beberapa teguk air dari telaga. Begitu anak muda itu selesai meminum air dari telaga, orang tua bijak itu berkata.

”Bagaimana rasa dari air tesebut ?”

Si anak muda kemudian menjawab bahwa rasa yang ia dapatkan ketika ia meminum air telaga tersebut adalah kesegaran.

”Rasanya segar”, begitu jawab anak muda tersebut.

”Nah, apakah kau bisa merasakan garam dari air telaga tersebut ?”

Kemudian anak muda tersebut menjawab ”Tidak”.

Dengan tenang orang tua bijak itu menepuk-nepuk punggung anak muda tersebut lalu ia mengajaknya duduk berhadapan disamping telaga tersebut. Orang tua tersebut berkata,

”Anak muda dengarkanlah ucapanku, pahitnya kehidupan yang kau rasakan seperti segenggam garam, jumlah dan rasa pahit itu sama dan memang akan tetap sama. Tapi kepahitan yang kita rasakan tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu tergantung dari tempat kita merasakan segalanya, itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, ketika engkau merasakan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kau lakukan untuk mengatasinya. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya, luaskan hatimu untuk menampung segala kepahitan itu. Hatimu adalah wadah itu, perasaanmu adalah tempat itu, kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah hatimu laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan”.

Teman, mendengar ungkapan dari orang tua tersebut anak muda tersebut kembali bersemangat, kemudian mereka beranjak meninggalkan tepian telaga dan mereka sama-sama belajar pada hari itu. Pak tua, tersebut kembali menyimpan segenggam garamnya untuk anak muda lain yang datang kepadanya guna meminta nasehat.

1 komentar:

absa mengatakan...

mw, motivasi selanjutnya....
pkknya tunggu aja degh...