Halaman

Minggu, 15 April 2012

Skenario Tuhan

Nenek berkeriput itu sedih. Tempe yang akan dijual kepasar belum jadi. Wajahnya makin gelap, setelah memeriksa bungkus tempe yang lain belum jadi juga. Biasanya tempe yang belum jadi tidak laku di jual kepasar. Padahal dari hasil penjualan tempe buatan itu, dia bertahan hidup.

Dengan hati galau, diangkat kedua tangannya. “Duh Gusti Pangeran (Ya Tuhan), ku memohon kebesaranMU agar kedelai ini menjadi tempe”, do’a nenek sepenuh hati. Dia yakin, Tuhan pasti mengabulkan do’anya.

Dengan tenang perempuan tua itu menekan-nekan bakal tempe, lalu membuka bungkusan itu untuk mendapatkan keajaiban pada kedelai itu. Tapi ternyata kedelai itu masih seperti semula. Hatinya makin gelisah, melihat dari kisi-kisi jendela jalanan Yogyakarta sudah mulai terang dan ramai.

Oalah Gusti… tiada yang mustahil bagiMu. Bantulah saya supaya hari ini dapat menjual tempe”, Aku mohon jadikan kedelai ini menjadi tempe”, do’anya berserah, kemudian berangkat kepasar Bringharjo. Dia berfikir keajaiban Tuhan tentu akan terjadi selama dalam perjalanan.

Sesampainya dipasar, si nenek meletakkan barang-barangnya. Hatinya yakin dengan tempenya sekarang sudah jadi. Dengan berdebar dia membuka sedikit daun pisang pembungkusnya untuk melihat isinya. Apa yang terjadi? Tempenya masih belum jadi juga!

Dia kecewa, dan menganggap Tuhan tidak adil. Akhirnya perempuan tua itu hanya duduk tanpa menggelar dagangannya, karena dia merasa tidak ada orang yang membeli tempenya. Hari beranjak sore, pasar mulai sepi dan diapun siap untuk berangkat pulang.

Saat membereskan barang, tiba-tiba punggungnya di tepuk seseorang. “Maaf mbah, mau tanya, disini ada nggak ya yang menjual tempe yang belum jadi? Sudah keliling pasar dari tadi, nggak dapat-dapat”, ucap wanita muda. Si nenek terheran, sekian tahun berjualan tidak pernah seorang pelanggan pun mencari tempe belum jadi. “Oh eh, mmm… saya punya tempe yang ibu cari,” katanya gelalapan sambil membuka kembali barang dagangannya.

Wanita itu memborong semua tempenya, untuk dikirim ke Jakarta buat anaknya yang doyan tempe buatan Jogja. Dia ingin tempe belum jadi itu saat nanti sampai di Jakarta sudah jadi.

Pembaca, dalam menjalani kerja keras sehari-hari senantiasalah berdo’a. Berdo’a kepada Tuhan pertanda kita punya kehendak baik. Itu artinya, saat berdo’a kita menarik energi positif untuk meringankan permasalahan.

Jangan pernah berputus asa dengan apa yang kita pinta. Tuhan pasti mengabulkan do’a kita sesuai kehendakNya. Kita tidak perlu menyusun skenario ketika memintaNya, karena Dia memilki skenario yang lebih tepat buat kita.

Sumber :

Mandiri Majalah, 2012. Edisi 328 Tahun XI Hal. 41. Jakarta.

Rabu, 08 Desember 2010

Dua Buah Bibit

Terdapatlah dua buah bibit tanaman yang tergolek di atas tanah di sebuah ladang yang subur.

Bibit yang pertama berkata,
"Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku dalam-dalam ke tanah ini, dan menjulangkan tunas-tunasku di atas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku untuk menyampaikan salam pada musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari dan kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku."

Dan bibiit itupun tumbun makin menjulang.

Bibit kedua bergumam,
"Aku takut, jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini, aku tak tahu apa yang akan kutemui didalam sana. Bukankah disana sangat gelap? Dan, jika teroboskan tunasku ke atas, bukakah nanti keindahan tunas-tunasku akan hilang? Tunasku akan terkoyak. Apa yang akan terjadi, jika tunasku terbuka dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Dan pasti, jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha mencabutku dari tanah. Tidak. Akan lebih baik, jika aku menunggu sampai semuaanya aman.”

Dan bibit itu pun menunggu dalam kesendiriannya.

Beberapa pekan kemudian seekor ayam menggilas tanah itu, menemukan bibit kedua tadi dan mencaploknya segera.

Pesan Cerita:
Hidup ini penuh pilihan, dan setiap pilihan selalu memiliki risikonya sendiri. Banyak orang tidak berani mengambil langkah pertama untuk memulai. Banyak orang ingin menjadi pemain aman dengan meminimalisir semua risiko. Terlalu banyak pertimbangan yang mereka gunakan sebelum memulai sesuatu yang berisiko. Saatnya belum tepat, modalnya masih kurang, mentalnya belum siap, dan sebagainya.

Ada kalanya perencanaan yang matang memang perlu dilakukan. Tapi, ada kalanya pula kita harus segera mengambil langkah pertama dan berani mengambil risiko. Tidak penting, jika Anda tidak melihat seberapa tinggi tangga yang harus Anda daki, yang penting adalah Anda mulai menaiki anak tangga pertama. Keputusan Anda untuk melangkah, akan membawa Anda ke suatu tempat. Dan keputusan untuk diam di tempat, tidak akan membawa Anda ke mana-mana, tidak akan membuat Anda menjadi siapa-siapa.

Sumber :

Tanudibyo, Nancy. 2010. Kisah tentang Seekor Sapi yang Jujur. Media Pressindo. Jakarta.

Minggu, 05 Desember 2010

Dibalik Sikap Keras Ayah

Ketika Anda masih kecil, ibulah yang lebih sering mendongeng untuk Anda. Tapi, tahukah Anda bahwa sepulang bekerja, dengan wajah lelah, yang pertama kali ditanyakan ayah kepada ibu adalah kabar Anda dan apa yang Anda lakukan seharian?

Ketika Anda belajar naik sepeda di masa kanak-kanak, ayah akan melepaskan roda bantu di sepeda Anda, dan ibu akan khawatir, jika Anda terjatuh. Tapi tahukah Anda, bahwa itu ayah lakukan itu karena dia yakin bahwa anak kesayangannya pasti bisa melakukannya?

Ketika Anda merengek meminta mainan baru, ibu menatap Anda dengan iba, tapi ayah berkata dengan tegas,
"Tidak sekarang!"
Tapi tahukah Anda, bahwa hal itu mendidik Anda menjadi anak yang tidak manja lantaran tidak semua keinginan Anda terpenuhi dengan segera?

Ketika Anda sakit pilek, ibu merawat dan memberikan perhatian ekstra pada Anda. Tapi, ayah justru membentak,
"Sudah dibilang jangan suka minum es!".
Tapi tahukah Anda, bahwa sebenarnya ayah sangat mengkhawatirkan Anda?

Ketika Anda beranjak remaja dan menuntut untuk mendapat izin keluar malam, ayah akan sering membentak dan melarang. Tahukah Anda bahwa ayah melakukan itu karena ia sangat ingin menjaga Anda?

Ketika Anda mulai berlama-lama menelepon atau menerima telepon dari seseorang, ayah akan berada di sekitar Anda dan mendengarkan pembicaraan Anda dan teman Anda di telepon. Tahukah Anda, bahwa rasa ingin tahu ayah akan teman spesial Anda, disebabkan ia ingin memastikan bahwa anaknya memilih teman istimewa yang tepat?

Ketika Anda lulus SMA, ayah akan memaksa Anda menjadi dokter atau insinyur. Tapi, tahukah Anda bahwa itu semata-mata karena ayah sangat memikirkan masa depanmu? Dan toh, ayah akan tetap tersenyum dan mendukung Anda saat pilihan Anda tidak sesuai keinginannya.

Ketika Anda harus berkuliah di luar kota, ayah melepasmu di bandara. Tahukah Anda bahwa pada saat itu badan ayah terasa kaku untuk memelukmu?

Ketika itu, ayah hanya tersenyum sambil memberi nasihat ini-itu, dan menyuruh Anda untuk berhati-hati. Padahal ayah ingin sekaii menangis seperti ibu, dan memeluk Anda erat-erat. Yang ayah lakukan hanya menghapus sedikit airmata di sudut matanya, dan menepuk pundak Anda, sambil berkata
"Jaga dirimu baik-baik, ya."
Tahukah Anda, bahwa ayah melakukan itu agar Anda kuat dan dewasa?

Ketika Anda membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan kehidupan sehari-hari Anda, ayah adalah orang pertama yang akan mengerutkan kening. Tapi tahukah Anda, bahwa ayah akan bekerja keras untuk bisa mengirimkan sejumlah uang yang Anda butuhkan, agar Anda bisa merasa sama dengan teman-teman Anda di kampus?

Ketika Anda diwisuda, ayah adalah orang pertama yang akan berdiri dan memberi tepuk tangan untuk Anda.

Ketika Anda memilih pasangan hidup, ayah adalah orang pertama yang yakin bahwa Anda telah memilih pasangan yang tepat.

Ketika Anda duduk di pelaminan, ayah akan tersenyum bahagia. Tapi tahukah Anda bahwa dalam hati kecilnya, ayah merasa 'kehilangan' anak kesayangannya?

Setelah itu ayah hanya bisa menunggu kedatangan Anda bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk. Dengan rambut yang telah dan semakin memutih, dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya, ayah telah menyelesaikan tugasnya.

Ayah adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat, bahkan ketika ia tidak kuat untuk tidak menangis. la harus terlihat tegas, bahkan ketika ia ingin sekali memanjakanmu. la adalah orang pertama yang selalu yakin, bahwa
"Anda Bisa" dalam segala hal.

Pesan Cerita:
Banyak dari kita yang memihki hubungan kurang baik dengan orangtua, terutama dengan ayah. Hal tersebut karena sikap sang ayah yang selalu keras dan sering membuat kita sakit hati. Tapi itu semua dilakukan ayah, semata-mata hanya karena ia ingin kita menjadi lebih baik, lebih dewasa, lebih kuat, dan lebih bijak, agar kita bisa memperoleh segala yang terbaik dalam hidup ini.

Sumber :

Tanudibyo, Nancy. 2010. Kisah tentang Seekor Sapi yang Jujur. Media Pressindo. Jakarta.

Pengorbanan

Reo dan July adalah sepasang kekasih yang saling mencintai, meski mereka berasal dari latar belakang yang berbeda. Keluarga July berasal dari keluarga kaya raya dan serba berkecukupan, sedangkan keluarga Reo hanyalah keluarga seorang petani miskin yang menggantungkan kehidupannya pada tanah sewaan.

Suatu hari Reo berkata kepada July,
"July, aku mengharapkan adanya kejujuran dan keterbukaan antara aku dan kamu. Aku akan segera melamarmu dan kita akan segera menikah. Aku ingin kita dapat mencintai sampai tua, dan sampai Tuhan memanggil kita berdua!"

Saat mendengar Reo berkata demikian, menangislah July, la berkata kepada Reo,
"Reo, senang sekali aku mendengar semua itu, tetapi aku telah memutuskan untuk tidak akan menikah denganmu karena aku membutuhkan uang dan kekayaan seperti kata orangtuaku." Mendengar itu Reo pun bak disambar geledek. la sangat marah kepada July, la mengatai July matre, tidak berperasaan, kejam, dan sebagainya. Akhimya, Reo meninggalkan July menangis seorang diri.

Kata-kata July membuat Reo bertekad untuk menjadi orang yang sukses dan kaya raya. Dan jerih payah Reo mulai menunjukkan hasil. Kariernya melejit, dan dalam waktu kurang dari 2 tahun, ia berhasil menjadi manajer sebuah perusahaan yang bonafide bahkan ia mempunyai 50% saham dari perusahaan itu. Reo menjadi simbol kesuksesan bagi orang-orang yang mengenalnya.

Suatu hari, saat Reo sedang mengendari mobil barunya, tiba-tiba dilihatnya sepasang suami-istri tua tengah berjalan di dalam derasnya hujan. Suami istri itu kelihatan lusuh dan tidak terawat. Reo sangat terkejut karena ia mengenali kedua suami istri itu sebagai orangtua July. Karena penasaran, Reo membuntuti mereka hingga ke sebuah makam
.
Reo sangat terkejut ketika ia mendapati foto July di atas nisan. Reo pun bergegas turun dari mobilnya dan berlari ke arah makam July untuk menemui orangtua July.
"Reo, kami jatuh miskin. Harta Kami habis untuk biaya pengobatan July. July menitipkan surat ini untukmu. Bacalah," kata ayah July sambil menyerahkan sepucuk surat yang mulai kumal. Reo membaca surat itu.

"Reo, maaf aku terpaksa berbohong. Aku terkena kanker rahim ganas yang tak mungkin disembuhkan. Aku tak mungkin mengatakan hal ini saat itu karena jika itu aku lakukan, aku akan membuatmu jatuh dalam hidup yang penuh keputusasaan yang akan membawa hidupmu pada kehancuran. Aku lakukan itu semua, karena aku mencintaimu Reo."

Airmata tanpa terasa telah membasahi pipi Reo, hatinya begitu sesak sehingga ia tak mampu mengatakan apapun.

Pesan cerita:
Cinta yang sesungguhnya bukan pada saat kita sedang dimabuk asmara, ketika kita menghabiskan saat-saat romantis dengan pujaan hati. Tapi cinta sejati adalah ketika orang yang kita cintai menyakiti kita ketika gelora asmara sudah tidak terasa lagi, tapi kita masih berdiri disampingnya dan peduli dengannya, dan mencintainya. Karena cinta sejati adalah apa yang tersisa ketika api cinta telah padam.

Sumber :

Tanudibyo, Nancy. 2010. Kisah tentang Seekor Sapi yang Jujur. Media Pressindo. Jakarta.

Sabtu, 04 Desember 2010

Kisah Tempayan Retak

Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, rnasing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak. Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan yang retak hanya dapat membawa air setengah penuh. Begitu terus setiap harinya.

Selama dua tahun, si tempayan retak merasa malu dengan dirinya sendiri karena tidak bisa rnenunaikan tugasnya dengan sempurna. Akhirnya, pada suatu hari si tempayan retak berkata pada si tukang air.
"Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu."
"Kenapa? Kenapa kamu merasa malu?" tanya si tukang air.
"Karena selama dua tahun ini, saya hanya mampu membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada tubuh saya, dan membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan Kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi. kata tempayan itu.

Sambil tersenyum, si tukang air berkata kepada si tempayan retak.
"Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperlihatkan bunga-bunga indah di sepanjang jalan."
Benar, ketika mereka naik ke bukit keesokan harinya, si tempayan retak memperhatikan jalan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur.

Namun, di akhir perjalanan ketika air yang dibawa si tempayan retak tinggal separuh, ia kembali meminta maaf pada si tukang air. Si tukang air berkata kepada tempayan itu,
"Apakah kamu memperhatikan bahwa bunga-bunga di sepanjang jaian itu hanya tumbuh di sisimu, dan tidak ada di sisi tempayan yang lain yang tidak retak? Karena aku selalu menyadari akan cacatmu, maka aku memanfaatkannya dengan menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu. Dan setiap hari, jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang."

Pesan Cerita:
Kita semua adalah tempayan yang retak. Artinya, kita semua tanpa terkecuali, memiliki kekurangan. Dan sering kita menjadi tidak percaya diri karena kekurangan kita. Padahal tidak ada gunanya membandingkan diri kita dengan orang lain. Karena orang lain pun punya kekurangan-kekurangannya sendiri.

Terimalah diri Anda apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Karena dalam kekurangan-kekurangan itu, terletak kekuatan kita yang sebenanya.

Sumber :

Tanudibyo, Nancy. 2010. Kisah tentang Seekor Sapi yang Jujur. Media Pressindo. Jakarta.