Halaman

Minggu, 05 Desember 2010

Pengorbanan

Reo dan July adalah sepasang kekasih yang saling mencintai, meski mereka berasal dari latar belakang yang berbeda. Keluarga July berasal dari keluarga kaya raya dan serba berkecukupan, sedangkan keluarga Reo hanyalah keluarga seorang petani miskin yang menggantungkan kehidupannya pada tanah sewaan.

Suatu hari Reo berkata kepada July,
"July, aku mengharapkan adanya kejujuran dan keterbukaan antara aku dan kamu. Aku akan segera melamarmu dan kita akan segera menikah. Aku ingin kita dapat mencintai sampai tua, dan sampai Tuhan memanggil kita berdua!"

Saat mendengar Reo berkata demikian, menangislah July, la berkata kepada Reo,
"Reo, senang sekali aku mendengar semua itu, tetapi aku telah memutuskan untuk tidak akan menikah denganmu karena aku membutuhkan uang dan kekayaan seperti kata orangtuaku." Mendengar itu Reo pun bak disambar geledek. la sangat marah kepada July, la mengatai July matre, tidak berperasaan, kejam, dan sebagainya. Akhimya, Reo meninggalkan July menangis seorang diri.

Kata-kata July membuat Reo bertekad untuk menjadi orang yang sukses dan kaya raya. Dan jerih payah Reo mulai menunjukkan hasil. Kariernya melejit, dan dalam waktu kurang dari 2 tahun, ia berhasil menjadi manajer sebuah perusahaan yang bonafide bahkan ia mempunyai 50% saham dari perusahaan itu. Reo menjadi simbol kesuksesan bagi orang-orang yang mengenalnya.

Suatu hari, saat Reo sedang mengendari mobil barunya, tiba-tiba dilihatnya sepasang suami-istri tua tengah berjalan di dalam derasnya hujan. Suami istri itu kelihatan lusuh dan tidak terawat. Reo sangat terkejut karena ia mengenali kedua suami istri itu sebagai orangtua July. Karena penasaran, Reo membuntuti mereka hingga ke sebuah makam
.
Reo sangat terkejut ketika ia mendapati foto July di atas nisan. Reo pun bergegas turun dari mobilnya dan berlari ke arah makam July untuk menemui orangtua July.
"Reo, kami jatuh miskin. Harta Kami habis untuk biaya pengobatan July. July menitipkan surat ini untukmu. Bacalah," kata ayah July sambil menyerahkan sepucuk surat yang mulai kumal. Reo membaca surat itu.

"Reo, maaf aku terpaksa berbohong. Aku terkena kanker rahim ganas yang tak mungkin disembuhkan. Aku tak mungkin mengatakan hal ini saat itu karena jika itu aku lakukan, aku akan membuatmu jatuh dalam hidup yang penuh keputusasaan yang akan membawa hidupmu pada kehancuran. Aku lakukan itu semua, karena aku mencintaimu Reo."

Airmata tanpa terasa telah membasahi pipi Reo, hatinya begitu sesak sehingga ia tak mampu mengatakan apapun.

Pesan cerita:
Cinta yang sesungguhnya bukan pada saat kita sedang dimabuk asmara, ketika kita menghabiskan saat-saat romantis dengan pujaan hati. Tapi cinta sejati adalah ketika orang yang kita cintai menyakiti kita ketika gelora asmara sudah tidak terasa lagi, tapi kita masih berdiri disampingnya dan peduli dengannya, dan mencintainya. Karena cinta sejati adalah apa yang tersisa ketika api cinta telah padam.

Sumber :

Tanudibyo, Nancy. 2010. Kisah tentang Seekor Sapi yang Jujur. Media Pressindo. Jakarta.

Tidak ada komentar: